Fakta(pshit) dan Opini: KPAI — Sia Naha? (Kasus PB Djarum)

Wisnu!
5 min readSep 9, 2019

--

Belakangan ini linimasa nasional dihebohkan dengan tindakan KPAI yang hendak menghentikan program Beasiswa Bulu Tangkis Djarum atas dasar… hmm… eksploitasi anak. Hahah. HAHAH. Ya, jadi begitu. FYI, frasa “sia naha” di judul diambil dari bahasa Sunda yang artinya kira-kira “elu kenapa?” — dan tidak dilontarkan dengan nada ramah lembut penuh rasa peduli dan cinta.

Penghentian ini terjadi lantaran PB Djarum dituding mengeksploitasi anak oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI menuding bahwa audisi bulu tangkis yang diusung PB Djarum sebagai bentuk eksploitasi anak dalam bagian promosi merk dagangnya”, demikian kutipan berita dari LINE TODAY (iya, lintod, bukan media yang paling kredibel — tapi juga bukan yang paling ga kredibel kan? hm?). Setelah ikut melihat-lihat obrolan beberapa warganet di Twitter beserta beberapa thread yang ada, saya jadi ikut tahu bahwa tudingan ini terjadi atas dasar pengasosiasian antara nama Djarum dengan produk rokoknya yang dilakukan pihak KPAI — atau oknum KPAI, mana tahu instansinya masih mau cuci tangan (alibi klasik “cuma oknum” itu loh. Hehe). Jadi, mari kita buka bahasannya. Kebetulan saya lagi mood menghujat karena satu dan lain hal (ini beneran, asli, mood jelek parah).

Hal berikut ini akan saya tekankan mana tahu ada teman-teman pembaca atau teman-teman KPAI (bah) yang belum tahu.

PERTAMA, TOLONG DIPAHAMI KALAU DJARUM FOUNDATION DENGAN P.T. DJARUM YANG PRODUSEN ROKOK ITU SECARA LEGAL ADALAH 2 INSTANSI BERBEDA.

Setiap instansi yang resmi terdaftar oleh pemerintah memiliki data uniknya masing-masing, anggap saja seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) tiap WNI di KTP-nya masing-masing. KTP juga baru bisa dibuat setelah surat-surat lain seperti KK, Akte Lahir, dan sumber-sumber informasi primer lainnya sudah dibuktikan ada dan valid terlebih dahulu, bukan? Nah, sama saja dengan kasus nama Djarum. Dari bentuknya saja kedua badan ini sudah berbeda — yang satu P.T., yang satu Foundation. Kedua badan tersebut lahir karena latar belakang berbeda dan untuk tujuan berbeda. Saya bukan orang administrasi di bidang terkait tapi saya rasa tak butuh otak sekaliber Einstein untuk mendeduksi bahwa dokumen-dokumen formal milik sebuah P.T. berbeda dengan yang dimiliki sebuah Foundation. Sebenarnya, kesimpulan segmen ini hanya 1: Djarum yang bikin rokok sama Djarum yang mencetak atlit bulu tangkis itu beda organisasi. Cuma entah kenapa kalau dari apa yang saya dengar, KPAI tidak mem-perceive demikian. Alasan yang mungkin hanya 2:

  1. KPAI tidak tahu beda antara keduanya dan belum mencari tahu sehingga latah menuduh demikian
  2. entah KPAI tahu atau tidak tahu beda antara keduanya namun sepertinya tidak mau tahu sehingga latah menuduh demikian

Entahlah, tapi menurut saya kelihatannya kemungkinan yang terjadi yang lebih konyol, yaitu yang kedua karena masa sih KPAI tidak pernah berurusan dengan organisasi resmi. Kenapa saya bilang lebih konyol? Ya, memangnya ada tindakan tidak mau tahu yang tidak konyol? (Di beberapa kasus, sikap demikian bisa berakhir keren memang, cuma akui saja awalnya pun pasti kelihatan konyol. Di kasus ini, awalnya konyol, akhirnya juga).

KEDUA, PAHAM TIDAK DENGAN APA YANG DITUDUHKAN? EKSPLOITASI ANAK?

Setelah bertanya kepada Mbah Google (.co.uk biar keren aja hahay), saya menemukan definisi dari frasa eksploitasi anak:

Tindakan sewenang-wenang dan perlakuan yang bersifat diskriminatif terhadap anak yang dilakukan oleh masyarakat ataupun keluarga dengan tujuan memaksa anak tersebut untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak seperti perkembangan fisik dan mentalnya.” — Suharto: 2005 (bukan yang Orde Baru ya)

Sebagai tambahan sekalian, di bawahnya ada definisi eksploitasi anak secara ekonomi:

“Pemanfaatan anak-anak secara tidak etis demi mendapatkan keuntungan secara ekonomi baik berupa uang ataupun yang setara dengan uang.” — Martaja: 2005

Nah, teman-teman pembaca yang saya hormati, gantian saya yang ingin bertanya. Coba teman-teman cari testimoni para peserta PB Djarum atau rekam jejak PB Djarum dalam mencari, mendidik dan mendukung benih-benih atau calon atlit-atlit bulu tangkis yang akan ditarik ke lembaganya. Pertanyaan saya — apakah bersifat sewenang-wenang, diskriminatif, abai terhadap hak, tidak etis berujung untung ekonomi sampai dapat dikatakan sebuah eksploitasi? Tidak perlu saya jawab lah ya, asumsi semua pembaca di sini masih memiliki kemampuan otak yang tidak termasuk kategori mentally retarded.

Kalau dua poin di atas sifatnya lebih objektif (banyak bahasan soal definisi, administrasi, legalitas, apapun itu), poin berikutnya lebih personal dari saya sendiri. Karena kalau hanya fakta saja tanpa opini, buat apa saya beri serial ini judul “Fakta(pshit) dan Opini”, yegak?

KETIGA, CALON-CALON ATLIT YANG PUNYA SEMANGAT DAN KEMAMPUAN KEHILANGAN SEBUAH WADAH BESAR YANG MAMPU MENAMPUNG SEMANGAT DAN KEMAMPUAN MEREKA. KPAI, DARI MANA LAGI ATLIT-ATLIT BULU TANGKIS KITA YANG PROPER NANTINYA? REALISTIS SAJA CETAKAN PB DJARUM YANG PADA BERHASIL.

Di sini mungkin agak sedikit terbalik dari apa yang umumnya teman-teman terima di organisasi kemahasiswaan selama S1. Dulu mungkin teman-teman diajarkan “kalau wadah yang ada tidak kamu manfaatkan dengan baik dan benar, kamu tidak akan berkembang atau mendapat hasil apapun”. Saya sebagai mahasiswa S2 (tetap songong) tentunya harus bisa memberikan sudut pandang berbeda yang turut melengkapi… hmm… sebuah fenomena dari satu sisi menjadi minimal dua sisi (kaya nama money changer hahah). Begini:

Kamu sudah yakin kalau wadah ini mampu mengembangkan kamu? Jangan sampai wadah yang kamu ingin masuki ini tidak memberikan hasil karena ketidakmampuan wadahnya menampung anggota seperti kamu, alias kamu masuk wadahnya malah luber.” Andaikata saya menjadi seorang calon atlit bulu tangkis nasional dan harus memilih wadah dengan 2 pilihan:

  1. apapun itu dari pemerintah yang berkutat di bidang olahraga
  2. PB Djarum

Saya tentu akan memilih yang kedua. Lah ya karena rekam jejaknya jelas, output jelas, administrasi dan pengelolaan kemungkinan besar lebih efektif dan efisien daripada yang ditawarkan opsi 1 (minimal lihat nasib PSSI, walaupun bukan soal bulu tangkis tapi kalian paham lah ya poin saya/ ang mau saya highlight). Oh dan kata jelas di mana saya mengatakan “rekam jejaknya jelas, output jelas,…” artinya jelas-jelas baik ya. Karena ada juga sistem yang jelas — jelas-jelas bapuk.

Itu dari sisi calon atlit. Kalau dari segi pemerintah sebagai wadah? Ya sederhana sebetulnya — mau tanggung jawab apa dan bagaimana? KPAI mau menyediakan wadah yang minimal setara dengan PB Djarum untuk mengembangkan calon-calon atlit bulu tangkis nasional? Kalaupun mau, mampukah? Apa jaminan kalau KPAI dan lembaga pemerintahan terkait mampu? Atau memang dari awal cuma mau bertindak latah tanpa perencanaan matang dalam artian tidak memiliki follow-up yang sepadan dengan keputusan yang diambil? Jujur saya di sini sama sekali tidak dapat mengarahkan jari saya ke pihak Djarum karena lembaga tersebut hanya mematuhi instruksi lembaga pemerintah — malah membuktikan dia lembaga yang bertanggungjawab. Hadehhh.

Selama belum ada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya turut menolak penghentian audisi PB Djarum pada tahun depan berdasarkan tudingan KPAI dan Lentera Anak. Mungkin teman-teman pembaca tahu dari awal membaca kalau saya pasti menolak (apalagi yang kenal saya secara personal, tidak perlu baca sudah tahu stance saya pada kasus ini bagaimana) — tulisan ini hanya memperjelas alasan-alasan penolakan saya.

Sebagai penutup, izinkan saya menampilkan sebuah meme yang saya peroleh dari sumber terpercaya (akademisi juga kok dan otaknya tidak kopong). Saya harap meme ini bisa menjadi bahan berpikir untuk kita semua, terutama untuk KPAI sendiri.

Jadi, KPAI, perhatikan meme di kiri — ada 4 gambar kecil penyusunnya, nah, yang kiri atas itu eksploitasi anak atau bukan? Hehe.

--

--

Wisnu!
Wisnu!

Written by Wisnu!

{{ insert_pretentious_bullshit_here }}

No responses yet