Pasca Insiden JT610: Mengapa Lion Air Masih Hidup?

Wisnu!
5 min readFeb 15, 2019

--

Ya karena pasar, masih ada yang mau memakai jasanya. Sekian tulisan hari ini, terima kasih.

Lol, I’ve gotchu by the ass. Ya singkatnya memang karena alasan itu, tapi apa gunanya saya menulis artikel ini apabila tidak sok-sokan membahas lebih detil mengenai bagaimana mekanisme pasar ini bekerja? Lebih baik saya tidur daripada menulis sepotong itu saja, kan? Baik, jadi sebagai pengantar, saya akan sedikit menjelaskan sebuah prinsip dasar dalam ekonomi yang dikenal sebagai Supply-Demand. Sebelum menceburkan diri ke dalam pembahasan mengenai Supply-Demand, ada baiknya kita menyepakati definisi kedua kata tersebut terlebih dahulu dari perspektif ilmu ekonomi. Berikut adalah definisi masing-masing kata:

Supply — The total amount of a product (good or service) available for purchase at any specified price. [Jumlah produk (barang atau jasa) yang tersedia untuk dibeli atau disewa pada harga tertentu]

Demand- (1) Desire for certain good or service supported by the capacity to purchase it. [Permintaan atau keinginan atas suatu barang atau jasa yang didukung oleh kemampuan membeli atau menyewa]

Kedua variabel tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi antar kedua variabel tersebutlah yang menentukan harga yang akan menjadi input ke dalam sistem pasar. Berikut adalah representasi visual dari interaksi kedua variabel tersebut.

Kurva Supply-Demand ( sumber : https://i.investopedia.com/inv/tutorials/site/economics/economics7.gif )

Terlihat pada gambar di atas harga barang atau jasa (price) berbanding lurus dengan ketersediaannya (quantity) pada garis Supply sedangkan pada garis Demand, price dan quantity berbanding terbalik. Perpotongan kedua garis tersebut adalah harga tertentu yang diterima untuk jumlah tertentu barang atau jasa tertentu masuk ke sistem pasar. Perlu dicatat bahwa titik tersebut bersifat teoretik karena pada kenyataannya price dan quantity seringkali berupa interval, bisa luas, bisa juga sempit, tergantung barang atau jasanya.

Lalu bagaimana penerapan prinsip ini dalam kasus Lion Air pasca insiden JT610? Pertama-tama, kita harus terlebih dahulu melakukan klasifikasi tiap-tiap komponen yang terlibat dalam sistem pasar Lion Air sebagai maskapai penerbangan sesuai dengan dasar teori yang telah diberikan sebelumnya. Berikut adalah hasil klasifikasi tersebut beserta tiap alasannya:

  1. Lion Air berperan sebagai maskapai penerbangan, artinya perusahaan tersebut menyediakan jasa transportasi bagi para konsumen. Agar tetap beroperasi, Lion Air harus mencari pendapatan melalui penjualan jasa tersebut kepada para konsumen yang mau membayar. Oleh karena itu, Lion Air mengemban posisi supplier (supply)
  2. Konsumen yang adalah para penumpang atau calon penumpang berperan sebagai pengguna jasa transportasi yang ditawarkan oleh Lion Air dan harus membayar untuk dapat menggunakan jasa tersebut. Oleh karena itu, konsumen mengemban posisi demand.

Setelah membuka beberapa website resmi beberapa airline yang melayani penerbangan domestik, dapat disimpulkan Lion Air memiliki jumlah rute terbanyak untuk melayani penerbangan domestik. (Referensi tidak saya cantumkan karena terlalu banyak, mager, maaf). Statistik pemerintah juga menunjukkan peningkatan jumlah pengguna jasa transportasi udara dalam melakukan perjalanan domestik. Hanya dari informasi tersebut sudah dapat dipastikan terdapat interaksi antara sebagian pengguna jasa transportasi udara domestik dengan pihak Lion Air sebagai maskapai penerbangan. Informasi penting selanjutnya adalah Lion Air berperan sebagai maskapai penerbangan yang tergolong Low-Cost Carrier (LCC). Hal tersebut mengindikasikan Lion Air menyediakan tiket dengan harga lebih murah dibandingkan maskapai-maskapai yang juga melayani rute domestik seperti Garuda Indonesia, Sriwijaya, Air Asia, dan sebagainya. Informasi penting terakhir yang akan berguna dalam pembahasan ini adalah rendahnya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia pada umumnya dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, apalagi dibandingkan negara-negara maju seperti Jerman, Amerika, Prancis, dan sebagainya.

Informasi-informasi tersebut bekerja sama menciptakan ramuan yang berhasil mempertahankan keberadaan Lion Air sebagai maskapai walaupun rekam jejak Lion Air menunjukkan jumlah insiden yang tidak sedikit dan jelas berpengaruh terhadap reputasinya sebagai penyedia jasa penerbangan domestik di mata para konsumen. Berikut adalah gambaran umum fenomena yang terjadi:

  1. Lion Air sebagai maskapai penerbangan yang melayani penerbangan domestik berstatus LCC sehingga mampu menyediakan jasa penerbangan domestik dengan harga rendah. Lion Air juga memiliki rute terbanyak dalam melayani penerbangan domestik di Indonesia. Di satu sisi, rekam jejak Lion Air sebagai maskapai penerbangan tidak sebaik rekam jejak maskapai seperti Garuda Indonesia akibat jumlah insiden yang terekam selama beroperasi.
  2. Mayoritas masyarakat Indonesia yang umumnya memiliki pendapatan per kapita rendah (mungkin sampai menengah, agar tidak terlalu terkesan merendahkan, hehe) tidak sanggup membeli tiket pesawat dengan harga lebih mahal, oleh karena itu banyak yang memilih menggunakan jasa maskapai berlabel LCC. Kondisi ini diwarnai dengan status Lion Air sebagai penyedia jasa transportasi udara dengan rute domestik terbanyak di Indonesia. Beberapa maskapai harus melakukan transit yang akan memakan biaya dan waktu sehingga wajar konsumen lebih memilih jasa maskapai yang tidak terlalu menyita biaya dan waktu. Ya, transit memakan biaya yang harus dikeluarkan oleh airline. Dari mana biaya tersebut diperoleh? Ya…dari penjualan tiket, makanya mahal. Hehe
  3. Dampaknya? Masyarakat yang membutuhkan jasa transportasi udara yang tidak terlalu memakan biaya dan waktu memilih Lion Air sebagai penyedia jasa transportasi udara untuk melakukan penerbangan domestik. Lion Air nyaris memakan seluruh pasar penerbangan domestik dengan keberadaan rute-rute direct yang tersedia dengan harga murah. Kurva Suppy-Demand Lion Air-Konsumen dipertemukan dalam pasar melalui serangkaian keadaan yang saling berinteraksi tersebut.

Sedikit pandangan pribadi, selama kondisi-kondisi tersebut masih terjadi, Lion Air akan terus hidup. Kasarnya karena konsumen tidak punya pilihan lain selain Lion Air yang entah mengapa memiliki karakter seperti yang kita kenal sekarang. Dengan mengacu kembali pada dasar teori yang tertera di segmen awal artikel ini, secara umum hanya terdapat dua buah solusi untuk lepas dari kondisi semi-tiran ini: pemerintah berusaha meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia (termasuk para pengguna jasa penerbangan domestik) atau pemerintah menurunkan harga tiket banyak atau seluruh airline. Keduanya tentunya dibumbui dengan frasa “entah bagaimana caranya.”. Kenapa begitu? Ya…karena itu sudah bukan urusan saya. Bahkan menganalisa fenomena ini pun sebenarnya bukan urusan saya dari awal. Kelompok keahlian saya selama kuliah program sarjana dahulu adalah Fisika Terbang, bukan Desain-Operasi-Perawatan. Masalah duit saya tidak urus.

Jadi kenapa saya menulis artikel ini? Sebenarnya supaya saya punya wadah untuk punchline di bawah ini:

Kalau mau selamat ya bayar lebih. Situ udah miskin ya gak usah banyak mau. Telen aja. Keselamatan memang hak semua orang tapi ya namanya juga hidup: Kadang adil, seringnya mah enggak.”

Referensi:

1. http://www.businessdictionary.com/definition/supply.html

2. http://www.businessdictionary.com/definition/demand.html

3. https://data.go.id/dataset/jumlah-penumpang-yang-berangkat-pada-penerbangan-domestik

--

--

Wisnu!
Wisnu!

Written by Wisnu!

{{ insert_pretentious_bullshit_here }}

No responses yet