Setor Muka Doang, Ya. Bingung Mau Nulis Apa.

Wisnu!
4 min readDec 23, 2020

Saya tahu kalau saya sudah lama absen dari perihal tulis-menulis di Medium, jadi tulisan ini saya buat cuma untuk sekadar setor muka saja. Setor nama, tandai hadir, apalah itu sebutannya terserah kalian. Kalian-kalian yang masih kuliah atau kerja di institusi (terutama, tapi tidak terbatas pada) negeri juga pasti kenal betul tindakan seperti ini. Yang penting kelihatan saja dulu sama atasan atau rekan kerja, masalah habis dilihat malah pulang/kabur atau tetap ada secara fisik namun jiwa dan pikirannya entah di mana urusan belakangan.

Jadi begitu, tulisan ini saya buat karena saya tadi panik. Kenapa panik? Karena saya yang saya ingat adalah saya yang begitu buka Medium pasti langsung bisa menulis sesuatu dengan topik yang sudah direncanakan (semepet-mepetnya 5 menit sebelum menulis). Pokoknya selalu ada aja yang bisa diketik entah itu cuma sekadar cerita pendek, tulisan yang (sok-sokan) serius, atau bahkan puisi-puisi kecil nan tidak lucu. Tapi saat ini, entah mengapa saya tidak bisa mengeluarkan tulisan-tulisan demikian.

Saya coba ingat-ingat lagi, perasaan dulu lancar sekali rasanya begitu mau menulis. Saat laman Medium sudah terbuka di hadapan saya, ada suara di kepala saya yang berucap:

Aha, udah tau gua mau nulis apaan. Coba mulai dari sini deh nanti tinggal diotak-atik, gampang…”

dan sisanya kemudian mengalir sendiri.

Saya agak sedikit (redundan, ya? agak sedikit) menyalahkan dosen, prodi, fakultas, teman-teman saya, keluarga saya, serta seisi dunia ini (tak terkecuali tuhan, yang manapun itu) atas situasi saya saat ini yang mungkin saja disebabkan karena tesis yang tidak kelar-kelar. Kenapa tidak kelar-kelar? Ya karena saya kurang pintar, tapi cukup pintar untuk di-abuse dosen pembimbing saya. Di-abuse yang bagaimana? Misalnya, saya harus ikut conference dulu sebelum proposal tesis saya diterima. Lalu setelah itu kan ada mata kulian yang disuruh menulis laporan juga, namanya Penelitian Minor. Nah sampai sekarang, penelitian sampingan saya tersebut belum selesai juga, karena dosen saya minta saya menuangkan hasil pengerjaan saya sejauh ini terlebih dulu ke sebuah jurnal yang saya lupa apa namanya, pokoknya ada kata robot sama intelligent di namanya, yang mana saya ternyata bukan keduanya. Tapi tetap saya perjuangkan karena publikasi jurnal tersebut di bawah nama Springer Journal yang kebetulan merupakan hal yang prestigius di golongan akademisi. Jadi singkatnya ya saya ladeni demi pride saya.

Lah, kenapa jadi menyalahkan dosen dan kerjaan-kerjaan itu?

Loh, ya kan saya jadinya enek buat nulis-nulis. Dikira nulis itu cuma sekedar tangan gerak ngetik sembarangan saja, gitu? Nulis-nulis di sini kan, mau sembrono yang bagaimana juga, tetap mikir juga. Tiap hari ditagih kemajuan penelitian dan diminta dalam bentuk laporan. Lah kan ya kalau laporan teknis, apalagi akademik, kan pemilihan katanya harus presisi. Yang ditangkap pembacanya ya sebagaimana yang tertulis. Tidak ada itu yang namanya

aduh, maaf, Pak, maksudnya begini yang saya tulis itu…

mana ada ceritanya begitu, kalau habis keluar kalimat begitu juga, ya kita harus jelaskan ke dia itu maksudnya bagaimana. Terus kalau sudah?

Ya revisi. Kata demi kata harus sesuai yang disepakati tadi selama berdiskusi. Kalau ada kata yang tidak perlu ya jangan dimasukkan. Jangan sok puitis. Jangan beri penjelasan yang berpotensi memicu pertanyaan baru, jawab yang ditanyakan saja. Ini dokumen ilmiah, bukan cerpen, tapi niat lah ngerjainnya, tunjukkan kalau memang antusias ngerjainnya, tapi tetep rapih, ya.

Nah, balik lagi ke masalah muak dengan tulisan yang mikir, ya saya duga kuat kalau itu penyebab utama saya saat buka Medium tadi saya bingung mau menulis apa. Jujur, saya sampai bertanya ke pasangan saya saat ini dan 1 orang teman saya kalau-kalau mereka ada saran baiknya saya menulis apa. Pasangan saya bingung juga karena tidak biasa request yang beginian, 1 ekor teman saya itu mengambil jawaban praktis yaitu musik, yang mana saya wajarkan karena memang itu my cup of tea katanya (re: ceunah), tapi saya sedang tidak ada ide ke sana, karena belakangan ini yang saya ulik adalah lagu saya sendiri, karena mengejar release 2021. Ya kali saya bahas lagu saya sendiri di sini. Segitunya narsis, kah? Hih…

{Oh iya, saya tekankan teman saya yang saya tanya itu hanya satu orang saja ya makanya saya bilangnya “1 orang teman saya”, dan bukan berarti pasangan saya tidak cuma satu karena tidak ditulis “1 orang pasangan saya”, pasangan saya sekarang cuma 1 kok, saya monogamous. Berhubung saya laki-laki straight, pasangan saya perempuan straight juga. 1 orang saja sudah sedikit terasa rollercoaster-nya, jadi makanya saya cukupkan pasangan saya seorang perempuan saja.}

Tuh, kan, jadinya ya ini saya numpang setor muka saja sepertinya, karena sampai sekarang saya juga tidak tahu mau menulis apa di Medium untuk saat ini. Saya masih sakit hati

Lah kok bisa-bisanya saya buntu!?

Tapi ya mau bagaimana lagi. Inspirasi kan datangnya tidak bisa ditebak. Ya mungkin malam ini bukan jatah saya berkesempatan kembali membuat tulisan di Medium. Yasudah, bingung saya mau menulis apa juga sampai sekarang. Tidak usah dipaksakan lagi lah, ya. Nanti diomelin sama pasangan saya kalau sok-sokan produktif cuma gara-gara sekadar tidak rela gabut. Ya kan malu sama biji, yak :(

Tetap saya masih bingung mau menulis apa. Hmmm….. tulis apa ya….au ah…

--

--